Ada Suci Makbullah
Buruh merupakan tiang dari sebuah bangsa, itulah kira-kira kalimat yang tetap yang harus dismartkan pada semua kelompok buruh. Perjuangan kelompok buruh di Indonesia dimulai sejak masih adanya kolonialisme Belanda di Indonesia, kaum buruh sejak itu sudah mulai tersadarkan untuk membangun oraganisasi-organisasi buruh sebagai alat perjuangan, tapi perjuangan-perjuangan buruh ini tidak pernah berakhir dengan sebuah kemenangan, Serikat buruh ini tidak pernah berkembang menjadi gerakan yang militan dan berakhir dengan keberhasilan. Sebab kemunculan organisasi buruh di Indonesia sangat beragam kondisinya, pada zaman kolonialisme Belanda sampai setelah kemerdekaan (Era Pemerintahan Orde lama, Soekarno) serikat buruh banyak sekali bermunculan dengan latar belakang yang berbeda-beda, format serikat buruh pada zaman tersebut sesuai dengan sektornya masing-masing, seperti PGHB (serikat guru) dan PPPB (serikat pegawai pegadaian pribumi), antara lain VIPBOW (serikat buruh pekerjaan umum), PFB (serikat buruh pabrik gula), Typografenbond (serikat buruh percetakan), Sarekat Postel dan PPDH (serikat pegawai kehutanan) dan lain sebaginya.
Akan tetapi Serikat buruh pada Era Orde Baru, Soeharto semuanya disederhanakan yang dikendalaikan oleh pemerintah yakni SPSI , sehingga rata-rata semua buruh di seluruh Indonesia menjadi anggota dari serikat buruh tersebut. Pada saat meledaknya Reformasi sampai pasca reformasi serikat-serikat buruh di Indonesia kembali bermunculan dengan ratusan fedrasi, Fornt dan Konfedrasi buruh. Tapi sayang sepanjang perjalanan perjuangan serikat buruh ini jarang sekali kekuatan buruh ini bersatu dalam satu kekuatan penuh untuk melawan kebijakan-kebijakan yang memang dianggap sangat merugikan buruh. Malah pergerakan buruh akhir-akhir ini terlihat tidak solid dan memiliki faksi-faksi yang berujung pada saling tuding menuding. Jelas kondisi ini sangat disayangkan disaat setumpuk agenda kebijakan yang akan mengancam kepentingan dan kesejahteraan kalangan buruh, seperti UU SJSN No.40 2002, BPJS, Upah Murah dan Outsorsing. Itu semua merupakan issue-issue kerusial yang harus di hadapai oleh semua serikat buruh. Tanpa kesolidan semua serikat buruh yang ada, musatahil itu akan berhasil apa yang menajadi tuntutan bersama
Fenomena serikat buruh akhir-akhir ini, lebih cendurng kepada perebutan eksistensi di panggung politk, ketimbang menuntasakan apa-apa yang menajadi paltfrom perjuangan buruh. sehingga yang muncul di permukaan terkotak-kotaknya organisasi buruh, tentu dengan kondisi seperti itu tidak akan maksimal apa yang menjadi tuntutan dasar demi untuk kesejahteraan buruh. Ada serikat buruh yang memang sudah mapan, karena suadah lama berdiri, kekuatan dana kuat dan memiliki kekuatan massa yang besar, tapi bisa dibilang loyo, kurang tanggap dan kurang progresif untuk melakukan gerakan-gerakan demi kepentingan buruh, disisi lain ada serikat buruh yang memang masih dibilang kecil dan merangkak tapi mereka memiliki semangat gerakan perubahan untuk memperjuangan nasib buruh. Jelas ini merupakan suatu kekuatan yang luar biasa dan bisa menajdi lokus gerakan bagi kepentingan perjuangan buruh jika serikat-serikat yang ada, sama-sama duduk barang untuk membicarakan agenda-agneda buruh kedepan yang harus di perjuangkan, jangan saling unjuk adu hegomoni, keinginan ingin menghegomoni. Tapi mari duduk dalam satu meja dan mendiskusikannya.